19 Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING ADN DEATH

Diposting oleh VitaBlogs di 18.11

ASKEP KLIEN LANJUT USIA DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING AND DEATH
BAB I
1.      PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a. Gerontologi : Geros  lanjut usia
Logos  ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri : Geros  lanjut usia
Eatrie  kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang mepelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people.
1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri
a. Tujuan Gerontologi
- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).
1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
Lansia menurut Setianto, 2004
Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.
Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
Menurut World Health Organization (WHO)
·         Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
·          Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun
·          Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun
·         Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun
Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb:
·         Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
·          Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
·          Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
·          Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
·         Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahuN
·          Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
·          Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atua 70 tahun

Menurut Biren dan Jamer, 1997
·         Usia Biologis  usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup, tidak mati.
·          Usia Psikologis  usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
·          Usia Sosial  usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Menurut Smith and Smith, 1990
·         Young old : 65-74 tahun
·          Middle old : 75-84 tahun
·          Old-old : lebih dari 85 tahun





1.4 Proses Menua
a. Pengertian
Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses Menua Menurut Deskripansi
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.
b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000
Ø  Perubahan Fisik
1. Sel
• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.
• Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.
• Jumlah sel otak akan menurun.
• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.

2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan stres.
• Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
4. Sistem Penglihatan
Ø  Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
Ø  Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
Ø  Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
Ø  Meningkatnya ambang.
Ø  Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
Ø  Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
5. Sistem Kardiovaskular
Ø  Elastisitas dinding aorta menurun.
Ø  Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
Ø  Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Ø  Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
Ø  Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
Ø   
7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari besar normalnya.

10. Sistem Endokrin
11. Sistem Integumen
• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
• Permukaan kulit kasar dan bersisik.
• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisas.
• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
12. Sistem Muskuloskeletal
• Persendian membesar dan menjadi kuku.
• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.
• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
• otot-otot kram dan menjadi tremor.

 Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o perubahan fisik
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
2. Kenangan ( Memory)
o Kenangan jangka panjang
o Kenangan jangka pendek atau seketika

3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

 Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:
*      Kehilangan finansial (income berkurang)
*       Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
*       Kehilangan teman/kenalan atau relasi
*      Kehilangan pekerjaan kegiatan.
o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation)  Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya pengobatan.
o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
Ø  Perkembangan Spiritual
• Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
• Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari
• Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978, Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

1.5 Konsep Loss, Grief, Dying and Death
a. Pengertian
Loss  :Peristiwa hilangnya sesuatu atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai bagi seseorang.
Grief : Reaksi emosi karewna persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan tersebut.
Kehilangan : Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian atau seluruhnya) dari sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya. Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang yang bermakna, harta milik pribadi, kesehatan, serta pekerjaan.
Kematian :  Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak lagi mempunyai denyut nadi, tidak bernafas selama beberapa menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan otak.
b. Kematian dan Menjelang Ajal
Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap. Dimulai dengan penyikapan awal terminalitas dan berakhir dengan momen akhir kehidupan.
1.      Penyangkalan dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan penerimaan parsial.
2.      Kemarahan dan penyangkalan digantikandengan perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.
3.      Tawar menawar, orang yang menjelang ajalakan mencoba menunda kemudianyang tidak terelakandemgan menentukan sendiri tengat waktu untuk peristiwa keluarga yang khusus, seperti pernikahan dan fungsi religius.
4.      Depresi, meliputi dua jenis kehilangan: kehilangan yang terjadi di masa lalu dan kehilangan hidup yang akan terjadi, yang disebut sebagai kesiapan berduka oleh kubler ross.
5.      Penerimaan merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.
Kematian Pasangan
Salah satu kehilangan yang paling berat yand dapat dialami seseorang adalah kematian pasangan. Masa menjanda atau menduda dapat secara serius mempengaruhi status finansial lansia, jaringan sosial, serta kesehatan fisik dan mental.
Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus diingat sampai bertahun-tahun setelah kematian pasangan, pernikahan yang berumur panjang belum tentu sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan bersalah yang belum hilang yang berhubungan dengan ketidaksetiaan, penganiayaan fisik atau penyalagunaan zat atau masalah finansial setelah masa menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat memburuk dan menyebabkan penyakit yang serius kadang kala berlangsung sampai 10 tahun setelah kematian pasangan. Keluarga dan khusus pemberi asuhan pasangan tersebut dapat belum terselesaikan.
c. Pertimbangan Khusus
o Pastikan pasien menyadari akan layanan konseling, kelompok pendukung dan sumber lain tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan.
o Motivasi pasien mengungkapkan secara verbal ketakutan dan kekhawatirannya mengenal kematian sendiri. Persiapan akan kematian dapat menjadi pengalaman positif dan tugas perkembangan yang utama pada masa dewasa.

1.6 Konsep Perawatan Paliatif
a. Pengertian
v  Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan.
v  Tindakan aktif tersebut diatas artinya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial dan spiritual.
v  Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
v  Tim paliatif terdri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan dan relawan.
v   Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan atau pemuka agama, relawan dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.
v   Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat pelayanan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan.
v  Kerjasama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.
v   Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting yaitu:
o Pada saat perawatan
o Pada saat mendekati kematian
o Pada saat kematian
o Pada saat masa duka
v  Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
v  Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”

b. Tujuan Perawatan Paliatif:
Mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) daperawatan tim paliatf
Meringankan, bukan menyembuhkan.
Meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi.                      Mengurangi beban penderitaan lanjut usia.
c. Prinsip Pemberian Perawatan Paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim professional.

d. Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang digariskan oleh WHO yaitu:
Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
 Tidak mempercepat dan menunda kematian lansia
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
 Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
 Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap sakit sampai akhir hayatnya.
 Berusaha mambantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.

e. Kekhususan Tim Paliatif:
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.
2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.
3. Secara bersama, mereka manyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, melakukan langkah tujuan pendek.
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung pada kondisi yang paling diperlukan oleh pasien lanjut tua.
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.

f. Kekhususan Pasien Lanjut Usia:
1. Lanjut usia menghadapai kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simptomatis atau paliatif (bukan kuratif).
2. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik maupun mental.
3. dengan demikian, kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.
4. Lanjut usia berada diambang kematian yang terutama akan menimbulkan ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan dukungan mental atau spiritual.
5. bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Loss (Kehilangan)
a. Sebab sebab kehilangan:
 Kehilangan fungsi, misalnya: fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.
             Hilangnya gambaran diri atau citra diri.
             Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.
             Kehilangan barang yang berharga (rumah, mobil, dan tabungan).

b. Gejala-gejala Umum:
1. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.
2. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut kemungkinan klien lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut. Tingkah laku penyesuaian diri, yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya terhadap seseorang.
3. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari dengan cara: merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut secara realistis.
c. Penatalaksaan:
Tahap 1:
o Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15-20 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien lanjut usia.
o Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.
o Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah melakukan sesuatu yang baik.
o Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.
Tahap 2:
o Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.
o Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.
Tahap 3:
o Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa kehilangan tersebut.
o Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.
o Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang ada. Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien
o Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya berkat bantuan perawat.

d. Rencana Selanjutnya:
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan baik dari keluarga maupun teman-temannya
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan mengerti setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.
2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Usia dengan Tidak ada Harapan Sembuh (yang menghadapi saat kematian)
A. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian:
1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara perlahan.Dimulai pada anggota badan, kaki dan ujung kaki.
2. Badan dingin dan lembab terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya.
3. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.
4. Denyut nadi mulai tidak teratur.
5. Nafas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lender pada saluran pernafasan.
6. Tekanan darahnya menurun.
7. Terjadi gangguan kesadaran.
B. Sebab-sebab Kematian:
1. Penyakit
o Keganasan, misalnya:
• Carnisoma (C)
• Carnisoma Hati
• Carnisoma Paru
o Penyakit Kronis, misalnya:
• CVD (Cerebro Vascular Diseases)
• CRF (Chronic Renal Failure) = Gangguan Ginjal
• DM Gangguan Endokrin
• MCI (Myocard Infarc) = Gangguan Kardiovaskular
• COPD (Chronic Obstruction Pulmo Diseases)
C.  Tanda-tanda Kematian:
1. Pupil (bola matanya) tetap membesar atau melebar dan tidak berubah-ubah.
2. Hilangnya semua refleka dan ketiadaan kegiatan otak yang ampak jelas dalam hasil pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar dalam waktu 24 jam.

D.  Pengaruh Kematian:
Ø  Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia
• Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan.
• Keluarga dapat menerima keadaan kondisinya.
• Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut.
• Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa.
• Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
• Keluarga menolak diagnosa, penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga.
• Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan
E. Tahap-tahap Menuju Kematian:
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap terkecuali jika perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan perawat kepadanya. Ia malahan dapat menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumberprofesional dan non profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bawhwa maut sudah berada diambang pintu.


2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut usia mudah marah terhadap perawat dan petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka lakukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Marah terhadap kenyataan bahwa kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.
3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar= menawar inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan sebelum mati. Misalnya: lanjut usia mempunyai satu permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke restaurant dsb. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-tahap berikutnya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-saat sedih. Klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung karena masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan ini harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung untuk tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum maut.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia telah membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut.
Menerima diagnosis dan mulai bekerja sama dalam membuat keputusan mengenai pemantauan nyeri dan mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.

F.  Penatalaksanaan:
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematiannya sejauh tidak merusak.
• Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tidaknya 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekedar bersamannya.
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan kemarahannya dengan kata-kata.
• Ingatlah bahwa dalam benaknya begejolak pertanyaan “mengapa hai nin terjadi padaku?”
• Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku.

3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
• Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan, seperti, seandainya saya...
• Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian dengan tawar-menawar.
• Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia inginkan. Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan keluh kesah perasaannya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
• Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah bahwa tindakan ini sebenarnya hanyalah memnuhi kebutuhan petugas, jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya.anad boleh saja berduka cita dengan empati bukan simpati.
• Klien lanjut usia hanya sekedar mengisidan menghabiskan waktu untuk
perasaan-perasaannya dan bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu yang sebetulnya sudah mengetahui jawabannya.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
• Sikap Menerima  Klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak.
• Sikap Menyerah  Sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, akan tetapi ia tahu bahwa akan terjadi. Jadi, klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.
2.3 PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Perasaan takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasian dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein dan dektomoramid. Apabila  berbicara mengenai perasaan takut mereka terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dsb.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

b. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, mudah marah
c. Tanda Vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain.
d. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat.
e. Fungsi Tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ memiliki fungsi khusus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas.
b. Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
c. Gangguan kesadaran b.d dsampak patologis dengan manifestasi apatis/koma.
d. Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
f. Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
g. Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
h. Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
i. Gangguan psikologis b.d perubahab pola seksualitas yang ditandai dengan susah tidur, pucat, murung.
j. Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Dx Kep: Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
 Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi.
 Intervensi:
 Mengupayakan penurunan suhu tubuh.
 Memberi obat sesuai dengan program.

b. Dx Kep: Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
 Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
 Intervensi: mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.

c. Dx Kep: Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran defekasi

d. Dx Kep: Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran berkemih.
e.  Dx Kep: Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
 Tujuan: Kebutunan pergerakan (sendi/otot) terpenuhi.
 Intervensi: Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
 Dalam melakukan pendekatan Perawat harus menjalin hubungan dan persahabatan yang sangat baik dengan lansia dalam perawatan menjelang kematian. Pada saat lansia memasuki keadaan yang terminal, perawat bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi mereka dan memastikan tingkat pengetahuan mereka mengenai kondisinya tersebut. Setiap informasi dapat dikumpulkan dalam suatu percakapan dengan individu dan dalam konsultasi keluarga.
 Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
 Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”
3.2 Saran
Demikian sedikit tentang materi gerontik yang dapat saya bagikan kepada pembaca semoga bermanfaat bagi penbaca semua.saya selaku penulis artikel ini. Mohon maaf jika ada beberapa materi yang kurang sesuai ato masii banyak kekurangan nya Tentu masih banyak sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun masih sangat kami butuhkan. Saya ucapkan banyak terimakasih telah mengunjungi blog saya. Sekali lagi saya mohon maaf karena artikel ini jauh dari sempurna.


DAFTAR PUSTAKA
1. Maryam, R, Siti dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba Medika.
2. Noorkasiani dan S, Tamher.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan pendekatan Asuhan Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
3. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.
4. Suseno, Tutu April A.2005.Buku Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan.Jakarta:Sagung Seto
5. Stockslenger, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta:EGC.
6. Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia. Jakarta:EGC.
7. Stanley, Mickey anad Gauntlett P.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:EGC.






















0 komentar on "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING ADN DEATH"

Posting Komentar

19 Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING ADN DEATH


ASKEP KLIEN LANJUT USIA DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING AND DEATH
BAB I
1.      PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a. Gerontologi : Geros  lanjut usia
Logos  ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri : Geros  lanjut usia
Eatrie  kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang mepelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people.
1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri
a. Tujuan Gerontologi
- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).
1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
Lansia menurut Setianto, 2004
Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.
Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
Menurut World Health Organization (WHO)
·         Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
·          Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun
·          Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun
·         Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun
Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb:
·         Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
·          Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
·          Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
·          Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
·         Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahuN
·          Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
·          Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atua 70 tahun

Menurut Biren dan Jamer, 1997
·         Usia Biologis  usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup, tidak mati.
·          Usia Psikologis  usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
·          Usia Sosial  usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Menurut Smith and Smith, 1990
·         Young old : 65-74 tahun
·          Middle old : 75-84 tahun
·          Old-old : lebih dari 85 tahun





1.4 Proses Menua
a. Pengertian
Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses Menua Menurut Deskripansi
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.
b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000
Ø  Perubahan Fisik
1. Sel
• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.
• Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.
• Jumlah sel otak akan menurun.
• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.

2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan stres.
• Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
4. Sistem Penglihatan
Ø  Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
Ø  Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
Ø  Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
Ø  Meningkatnya ambang.
Ø  Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
Ø  Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
5. Sistem Kardiovaskular
Ø  Elastisitas dinding aorta menurun.
Ø  Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
Ø  Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Ø  Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
Ø  Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
Ø   
7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari besar normalnya.

10. Sistem Endokrin
11. Sistem Integumen
• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
• Permukaan kulit kasar dan bersisik.
• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisas.
• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
12. Sistem Muskuloskeletal
• Persendian membesar dan menjadi kuku.
• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.
• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
• otot-otot kram dan menjadi tremor.

 Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o perubahan fisik
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
2. Kenangan ( Memory)
o Kenangan jangka panjang
o Kenangan jangka pendek atau seketika

3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

 Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:
*      Kehilangan finansial (income berkurang)
*       Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
*       Kehilangan teman/kenalan atau relasi
*      Kehilangan pekerjaan kegiatan.
o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation)  Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya pengobatan.
o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
Ø  Perkembangan Spiritual
• Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
• Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari
• Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978, Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

1.5 Konsep Loss, Grief, Dying and Death
a. Pengertian
Loss  :Peristiwa hilangnya sesuatu atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai bagi seseorang.
Grief : Reaksi emosi karewna persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan tersebut.
Kehilangan : Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian atau seluruhnya) dari sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya. Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang yang bermakna, harta milik pribadi, kesehatan, serta pekerjaan.
Kematian :  Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak lagi mempunyai denyut nadi, tidak bernafas selama beberapa menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan otak.
b. Kematian dan Menjelang Ajal
Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap. Dimulai dengan penyikapan awal terminalitas dan berakhir dengan momen akhir kehidupan.
1.      Penyangkalan dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan penerimaan parsial.
2.      Kemarahan dan penyangkalan digantikandengan perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.
3.      Tawar menawar, orang yang menjelang ajalakan mencoba menunda kemudianyang tidak terelakandemgan menentukan sendiri tengat waktu untuk peristiwa keluarga yang khusus, seperti pernikahan dan fungsi religius.
4.      Depresi, meliputi dua jenis kehilangan: kehilangan yang terjadi di masa lalu dan kehilangan hidup yang akan terjadi, yang disebut sebagai kesiapan berduka oleh kubler ross.
5.      Penerimaan merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.
Kematian Pasangan
Salah satu kehilangan yang paling berat yand dapat dialami seseorang adalah kematian pasangan. Masa menjanda atau menduda dapat secara serius mempengaruhi status finansial lansia, jaringan sosial, serta kesehatan fisik dan mental.
Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus diingat sampai bertahun-tahun setelah kematian pasangan, pernikahan yang berumur panjang belum tentu sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan bersalah yang belum hilang yang berhubungan dengan ketidaksetiaan, penganiayaan fisik atau penyalagunaan zat atau masalah finansial setelah masa menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat memburuk dan menyebabkan penyakit yang serius kadang kala berlangsung sampai 10 tahun setelah kematian pasangan. Keluarga dan khusus pemberi asuhan pasangan tersebut dapat belum terselesaikan.
c. Pertimbangan Khusus
o Pastikan pasien menyadari akan layanan konseling, kelompok pendukung dan sumber lain tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan.
o Motivasi pasien mengungkapkan secara verbal ketakutan dan kekhawatirannya mengenal kematian sendiri. Persiapan akan kematian dapat menjadi pengalaman positif dan tugas perkembangan yang utama pada masa dewasa.

1.6 Konsep Perawatan Paliatif
a. Pengertian
v  Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan.
v  Tindakan aktif tersebut diatas artinya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial dan spiritual.
v  Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
v  Tim paliatif terdri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan dan relawan.
v   Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan atau pemuka agama, relawan dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.
v   Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat pelayanan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan.
v  Kerjasama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.
v   Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting yaitu:
o Pada saat perawatan
o Pada saat mendekati kematian
o Pada saat kematian
o Pada saat masa duka
v  Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
v  Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”

b. Tujuan Perawatan Paliatif:
Mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) daperawatan tim paliatf
Meringankan, bukan menyembuhkan.
Meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi.                      Mengurangi beban penderitaan lanjut usia.
c. Prinsip Pemberian Perawatan Paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim professional.

d. Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang digariskan oleh WHO yaitu:
Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
 Tidak mempercepat dan menunda kematian lansia
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
 Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
 Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap sakit sampai akhir hayatnya.
 Berusaha mambantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.

e. Kekhususan Tim Paliatif:
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.
2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.
3. Secara bersama, mereka manyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, melakukan langkah tujuan pendek.
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung pada kondisi yang paling diperlukan oleh pasien lanjut tua.
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.

f. Kekhususan Pasien Lanjut Usia:
1. Lanjut usia menghadapai kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simptomatis atau paliatif (bukan kuratif).
2. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik maupun mental.
3. dengan demikian, kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.
4. Lanjut usia berada diambang kematian yang terutama akan menimbulkan ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan dukungan mental atau spiritual.
5. bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Loss (Kehilangan)
a. Sebab sebab kehilangan:
 Kehilangan fungsi, misalnya: fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.
             Hilangnya gambaran diri atau citra diri.
             Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.
             Kehilangan barang yang berharga (rumah, mobil, dan tabungan).

b. Gejala-gejala Umum:
1. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.
2. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut kemungkinan klien lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut. Tingkah laku penyesuaian diri, yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya terhadap seseorang.
3. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari dengan cara: merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut secara realistis.
c. Penatalaksaan:
Tahap 1:
o Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15-20 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien lanjut usia.
o Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.
o Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah melakukan sesuatu yang baik.
o Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.
Tahap 2:
o Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.
o Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.
Tahap 3:
o Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa kehilangan tersebut.
o Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.
o Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang ada. Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien
o Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya berkat bantuan perawat.

d. Rencana Selanjutnya:
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan baik dari keluarga maupun teman-temannya
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan mengerti setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.
2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Usia dengan Tidak ada Harapan Sembuh (yang menghadapi saat kematian)
A. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian:
1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara perlahan.Dimulai pada anggota badan, kaki dan ujung kaki.
2. Badan dingin dan lembab terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya.
3. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.
4. Denyut nadi mulai tidak teratur.
5. Nafas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lender pada saluran pernafasan.
6. Tekanan darahnya menurun.
7. Terjadi gangguan kesadaran.
B. Sebab-sebab Kematian:
1. Penyakit
o Keganasan, misalnya:
• Carnisoma (C)
• Carnisoma Hati
• Carnisoma Paru
o Penyakit Kronis, misalnya:
• CVD (Cerebro Vascular Diseases)
• CRF (Chronic Renal Failure) = Gangguan Ginjal
• DM Gangguan Endokrin
• MCI (Myocard Infarc) = Gangguan Kardiovaskular
• COPD (Chronic Obstruction Pulmo Diseases)
C.  Tanda-tanda Kematian:
1. Pupil (bola matanya) tetap membesar atau melebar dan tidak berubah-ubah.
2. Hilangnya semua refleka dan ketiadaan kegiatan otak yang ampak jelas dalam hasil pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar dalam waktu 24 jam.

D.  Pengaruh Kematian:
Ø  Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia
• Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan.
• Keluarga dapat menerima keadaan kondisinya.
• Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut.
• Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa.
• Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
• Keluarga menolak diagnosa, penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga.
• Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan
E. Tahap-tahap Menuju Kematian:
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap terkecuali jika perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan perawat kepadanya. Ia malahan dapat menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumberprofesional dan non profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bawhwa maut sudah berada diambang pintu.


2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut usia mudah marah terhadap perawat dan petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka lakukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Marah terhadap kenyataan bahwa kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.
3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar= menawar inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan sebelum mati. Misalnya: lanjut usia mempunyai satu permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke restaurant dsb. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-tahap berikutnya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-saat sedih. Klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung karena masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan ini harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung untuk tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum maut.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia telah membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut.
Menerima diagnosis dan mulai bekerja sama dalam membuat keputusan mengenai pemantauan nyeri dan mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.

F.  Penatalaksanaan:
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematiannya sejauh tidak merusak.
• Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tidaknya 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekedar bersamannya.
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan kemarahannya dengan kata-kata.
• Ingatlah bahwa dalam benaknya begejolak pertanyaan “mengapa hai nin terjadi padaku?”
• Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku.

3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
• Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan, seperti, seandainya saya...
• Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian dengan tawar-menawar.
• Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia inginkan. Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan keluh kesah perasaannya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
• Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah bahwa tindakan ini sebenarnya hanyalah memnuhi kebutuhan petugas, jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya.anad boleh saja berduka cita dengan empati bukan simpati.
• Klien lanjut usia hanya sekedar mengisidan menghabiskan waktu untuk
perasaan-perasaannya dan bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu yang sebetulnya sudah mengetahui jawabannya.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
• Sikap Menerima  Klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak.
• Sikap Menyerah  Sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, akan tetapi ia tahu bahwa akan terjadi. Jadi, klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.
2.3 PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Perasaan takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasian dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein dan dektomoramid. Apabila  berbicara mengenai perasaan takut mereka terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dsb.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

b. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, mudah marah
c. Tanda Vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain.
d. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat.
e. Fungsi Tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ memiliki fungsi khusus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas.
b. Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
c. Gangguan kesadaran b.d dsampak patologis dengan manifestasi apatis/koma.
d. Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
f. Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
g. Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
h. Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
i. Gangguan psikologis b.d perubahab pola seksualitas yang ditandai dengan susah tidur, pucat, murung.
j. Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Dx Kep: Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
 Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi.
 Intervensi:
 Mengupayakan penurunan suhu tubuh.
 Memberi obat sesuai dengan program.

b. Dx Kep: Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
 Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
 Intervensi: mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.

c. Dx Kep: Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran defekasi

d. Dx Kep: Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran berkemih.
e.  Dx Kep: Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
 Tujuan: Kebutunan pergerakan (sendi/otot) terpenuhi.
 Intervensi: Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
 Dalam melakukan pendekatan Perawat harus menjalin hubungan dan persahabatan yang sangat baik dengan lansia dalam perawatan menjelang kematian. Pada saat lansia memasuki keadaan yang terminal, perawat bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi mereka dan memastikan tingkat pengetahuan mereka mengenai kondisinya tersebut. Setiap informasi dapat dikumpulkan dalam suatu percakapan dengan individu dan dalam konsultasi keluarga.
 Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
 Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”
3.2 Saran
Demikian sedikit tentang materi gerontik yang dapat saya bagikan kepada pembaca semoga bermanfaat bagi penbaca semua.saya selaku penulis artikel ini. Mohon maaf jika ada beberapa materi yang kurang sesuai ato masii banyak kekurangan nya Tentu masih banyak sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun masih sangat kami butuhkan. Saya ucapkan banyak terimakasih telah mengunjungi blog saya. Sekali lagi saya mohon maaf karena artikel ini jauh dari sempurna.


DAFTAR PUSTAKA
1. Maryam, R, Siti dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba Medika.
2. Noorkasiani dan S, Tamher.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan pendekatan Asuhan Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
3. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.
4. Suseno, Tutu April A.2005.Buku Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan.Jakarta:Sagung Seto
5. Stockslenger, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta:EGC.
6. Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia. Jakarta:EGC.
7. Stanley, Mickey anad Gauntlett P.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:EGC.






















0 komentar:

 

VitaPSblogs Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez