30 Januari 2011

dhf

Diposting oleh VitaBlogs di 02.41 0 komentar
VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)

PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )




30 Januari 2011

dhf

VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)

PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )



 VIRUS DENGUE

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yaang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5- 7 hari.

DIAGNOSIS (WHO, 1997)

KLINIS
Demam mendadak tinggi.
Perdarahan(termasuk uji bendung) seperti epistaksis, hematemesis, hepatomegali dan lain-lain.
Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 atau hipotensi disertai gelisah.

BERATNYA PENYAKIT

- Derajat I : demam dengan uji bendung +.
- Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

LABORATORIS

Trombositopenia (< 100.000/ul). Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk pemeriksaan positif dan negatif penderita DHF dapat digunakan dengue blot kit Ig G dan Ig M. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat hemitoraks kanan, tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.


RESPON KEKEBALAN TUBUH PADA PENDERITA DHF

Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag, komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.

RESPON KEKEBALAN TIDAK SPESIFIK

Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada jaringan kolagen.
Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.


Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen. Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni) terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.

RESPON KEKEBALAN HUMORAL

Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan menaktivasi faktor koagulasi.

RESPON KEKEBALAN TUBUH SELULER

Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain. Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I. Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam dengue.

KESIMPULAN

Virus dengue mempunyai 4 serotipe. Virus dengue-3 merupakan serotipe yang dapat menyebabkan syok atau derajat kesakitan ke-4. Adanya perbedaan gejala klinis pada derajat kesakitan DBD (demam berdarah dengue) temyata diikuti juga dengan perbedaan respon kekebalan tubuh. Respon kekebalan tidak spesif1k ditentukan oleh peran makrofag, komplemen, dan trombositopenia. Sedangkan pada respon kekebalan spesifik jenis humoral adalah oleh peran Ig M daan Ig G yang akan membentuk Antibody Dependent Cytotoxic Cell (ADCC). Imunoglobulin tersebut sangat menentukan infeksi primer dan sekunder pada penderita DBD. Pada respon kekebalan seluler yang perlu diperhatikan adalah adanya peran endotoksemia dengan TNF alfa dan Interleukin 6, yang dijumpai pada DBD berderajat kesakitan ke-4 disertai dengan syok.

SUARA PEMBARUAN DAILY
--------------------------------------------------------------------

Hubungan Virus Demam Chikungunya dan Demam Berdarah

Arbovirus adalah kelompok besar virus (lebih dari 400 jenis virus).
Virus itu terutama ditularkan melalui vektor Arthropoda (nyamuk,
lalat, kutu, dan lain-lain). Di dalamnya terdapat famili Togaviridae
(penyebab demam Chikungunya) dan famili Flaviviridae (penyebab Demam
Berdarah).

Sedangkan Togaviridae sendiri masih dibagi atas genus Alphavirus dan
genus Rubivirus. Alpha virus sebagai penyebab penyakit demam
Chikungunya, sedangkan Rubivirus menyebabkan penyakit Rubela.

Famili Flavivirus (Flaviviridae) mempunyai genus antara lain
Flavivirus yang menyebabkan demam dengue.

(Sumber: http://www.tulane.edu/~dmsander/WWW/335/Arboviruses.html)

Bunyinya seperti ini (mohon koreksi, koq bisa beda dengan yang
dibaca rekan Rudy) :


Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena terjadi peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan gawat darurat yaitu Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit DBD di Indonesia telah menyebar ke seluruh Propinsi, tidak saja di daerah urban, bersifat endemis dan cenderung mengalami kejadian luar biasa/(KLB).

Penelitian ini menggunakan sampel darah pasien yang telah didiagnosis positif menderita DBD di Wilayah Jawa Timur dengan mengambil tiga daerah penelitian yaitu Surabaya, Malang, dan Jember, dengan penegakan diagnosis yang didasarkan pada kriteria WHO 1997. Pengumpulan sampel dilakukan di RSUD wilayah penelitian, dengan mengambil serum darah penderita DBD, kemudian dilakukan isolasi virus Denguenya di laboratorium, dengan menggunakan tehnik RT-PCR dilakukan identifikasi serotipe virusnya, selanjutnya dilakukan sequencing DNA untuk mengetahui susunan nukleotidanya. Hasil pengumpulan sampel, diperoleh 28 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, 21 sampel dari Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar Malang, dan 31 sampel dari Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.

Sebagai indikator untuk menetapkan adanya antibodi anti Dengue adalah hasil pemeriksaan kadar IgM dan IgG dengan metode Captured ELISA, indikator untuk menetapkan serotipe virus adalah hasil pemeriksaan semi nested-Polymerase Chain
Reaction (sn-PCR) serum penderita, dan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter di Rumah sakit wilayah penelitian sebagai indikator manifestasi klinis penderita DBD berdasar kriteria WHO 1997. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada deskripsi data hasil penelitian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgM dan IgG dan sn-PCR pada penderita DBD dari wilayah Surabaya, Malang, dan Jember, menunjukkan bahwa infeksi sekunder dengan jenis virus Dengue serotipe Den-2 mendominasi kasus DBD di wilayah penelitian, sehingga dapat dinyatakan bahwa endemisitas di tiga wilayah daerah tersebut cukup tinggi. Sementara ditemukan seorang penderita DBD dari Surabaya terinfeksi virus ganda, Den-2 dan Den-3. Berdasarkan hasil sekuensing dapat dilihat bahwa isolat dari Jawa Timur yaitu dari Surabaya, Malang, Jember dan Pacitan terdapat homologi lebih dari 80% dan bila dibandingkan dengan isolat dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. Artinya bahwa virus Dengue serotipe Den-2 di Jawa Timur masih tinggi kesamaannya, sedangkan bila dibanding serotipe Den-2 Jakarta, USA dan Jamaica kesamaannya berkurang. Untuk menentukan pola kekerabatan serotipe virus Dengue tersebut perlu penelitian lanjutan berupa "Phylogenetic analysis".

Diagnosis klinis penderita DBD pada penelitian ini dilakukan oleh dokter yang merawat di tiga daerah penelitian dengan menggunakan kriteria WHO 1997 untuk mengurangi terjadinya over diagnosis. Tingkat keparahan penyakit diklasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari yang paling ringan ke yang paling berat yaitu grade-I, grade-2, grade-3 dan grade-4.

Hasil pemeriksaan terhadap 28 penderita DBD dari daerah penelitian Surabaya, menunjukkan hasil diagnosis klinis grade-l sebanyak 14 penderita (50%), grade-2 sebanyak 11 penderita (39,3%), grade-3 sebanyak 2 penderita (7,1 %) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,6%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan positif 3 penderita (21,4%), equivocal 2 penderita (14,3%) dan negatif 9 penderita (64,3%). Pada 11 penderita grade-2 menunjukkan positif 7 penderita (63,6%), negatif 4 penderita (36,4%). Dari 2 penderita grade-3 menunjukkan positif semuanya (100%). Pada seorang penderita grade-4 menunjukkan positif semuanya (100%). Hasil pemeriksaan PCR terhadap 14 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan positif 5 penderita (35,7%) virus Den-2 dan 9 penderita (64,3%) negatif. Pada 11 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 2 penderita (18,2%) positif virus Den-2 dan 9 penderita (81,8%) negatif. Pada 2 penderita grade-3 menunjukkan seluruhnya (100%) positif virus Den-2. Pada seorang penderita dengan diagnosis klinis grade-4 menunjukkan positif (100%) virus Den-2 dan Den-3 (infeksi ganda). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penderita yang didiagnosis klinis grade-1 dan grade-2 tingkat positifnya ditemukan virus Dengue rendah yaitu 71 % dan 82%, sedangkan penderita dengan diagnosis klinis grade-3 dan grade-4 100% positif bahkan 1 kasus grade-4 mengalami infeksi ganda dengan virus Den-2 dan Den-3, artinya infeksi ganda tersebut memperparah perjalanan penyakit DBD sampai terjadi DSS dan mayoritas ditemukan virus Dengue serotipe Den-2, serotipe Den-3 pada satu penderita yang mengalami infeksi ganda Den-2 dan Den-3.

Hasil pemeriksaan terhadap 21 penderita DBD dari daerah penelitian Malang menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-1 sebanyak 3 penderita (14,3%), grade-2 sebanyak 15 penderita (71,4%), grade-3 sebanyak 1 penderita (4,8%) dan grade-4 sebanyak 2 penderita (9,5%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-1 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 12 penderita (80%) positif, 2 penderita (13,3%) equivocal dan 1 penderita (6,7%) negatif. Pada seorang penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif. Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan semuanya (100%) positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 3 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan seluruhnya (100%) negatif. Pada 15 penderita grade-2 menunjukkan 7 penderita (46,7%) positif virus Den-2 dan 8 penderita (53,3%) negatif. Pada 1 penderita grade-3 menunjukkan negatif (100%). Pada 2 penderita grade-4 menunjukkan 1 penderita (50%) positif virus Den-2 dan 1 penderita (50%) negatif. Virus yang ditemukan ternyata seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil pemeriksaan terhadap 31 penderita DBD dari daerah penelitian Jember menunjukkan hasil diagnosis klinis dengan grade-l sebanyak 15 penderita ( 48,4%), grade-2 sebanyak 12 penderita (38,7%), grade-3 sebanyak 3 penderita (9,7%) dan grade-4 sebanyak 1 penderita (3,2%). Hasil pemeriksaan serologi terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 5 penderita (33,3%) positif, equivocal 1 penderita (6,7%) dan 9 penderita (60%) negatif. Pada 12 penderita dengan diagnosis klinis grade-2 menunjukkan 10 penderita (83,3%) positif dan 2 penderita (16,8%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 menunjukkan semuanya (100%) positif, grade-4 sebanyak 1 penderita menunjukkan positif (100%). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas diagnosis klinis penderita adalah grade-l (48,4%) dan grade-2 (38,7%) dan hasil pemeriksaan serologi grade-2 ditemukan 83,3% positif, sedang grade-3 dan grade-4 100% positif. Hasil pemeriksaan PCR terhadap 15 penderita dengan diagnosis klinis grade-l menunjukkan 1 penderita (6,7%) positif virus Den-2, 14 penderita (93,3%) negatif. Pada 12 penderita grade-2 menunjukkan 5 penderita (41,7%) positif virus Den-2 dan 7 penderita (58,3%) negatif. Pada 3 penderita grade-3 semuanya negatif (100%). Pada seorang penderita grade-4 juga negative (100%). Virus yang ditemukan seluruhnya serotipe Den-2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Daerah Surabaya, Malang dan Jember yang secara geografis berbeda ternyata ditemukan semuanya virus Dengue serotipe Den-2 kecuali Surabya ditemukan satu kasus infeksi ganda dengan serotipe Den-2 dan Den-3. 2) Infeksi ganda oleh Den-2 dan Den-3 menyebabkan DSS (grade-4). 3) Karakterisasi molekuler serotipe Den-2 yang ditemukan di daerah Surabaya, Malang dan Jember ternyata memiliki homologi lebih dari 80%, sedangkan bila dibandingkan dengan isolat Den-2 dari Jakarta, USA dan Jamaica homologinya kurang dari 73%. 4) Pola serologi menggunakan Captured ELISA menunjukkan mayoritas adalah infeksi sekunder bila dibanding infeksi primer yaitu di Surabaya 35,7% , Malang 76,2% dan Jember 54,8%. Artinya diketiga daerah tersebut menunjukkan endemis penyakit DBD. Didapatkan hasil serologi negatif, namun pada pemeriksaan PCR ditemukan adanya virus Dengue, artinya meskipun hasil serologi negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi virus Dengue.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran: 1) Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit DBD perlu kerjasama lintas sektor. 2) Perlu dilakukan penelitian berkesinambungan tentang penyakit DBD ini antara lain untuk menemukan metoda yang efektif untuk pemberantasan vektor, menemukan metoda untuk diagnosis dini yang lebih tepat, menemukan kandidat vaksin Dengue yang lebih sesuai dengan karakteristik virus Dengue di masing masing daerah, mempelajari patogenesis dan imunologi penyakit DBD yang hingga saat ini masih belum jelas benar, termasuk biologi molekuler tentang kemungkinan adanya mutasi genetik virus


Apakah DB itu?

Demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3. Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.


Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.
DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)
DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?

Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ?

Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Lalu… Kapan Sembuhnya ?

DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.



GEJALA-GEJALA DBD

Ø    Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, suhu tubuh antara 38-40 derajat celcius, atau lebih.

Ø    Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya, kulit direnggangkan, bila bintik merah hilang berarti bukan tanda penyakit BDB.

Ø    Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung atau mimisan.

Ø    Mungkin terjadi muntah darah dan berak darah.

Ø    Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena perdarahan lambung.

Ø    Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki  dingin berkeringat. Bila tidak segera ditolong di rumah sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.

Ø    Para penderita DBD mengalami perdarahan di seluruh jaringan tubuh yang bisa tampak atau tak tampak dari luar.

 
PERTOLONGAN PERTAMA

Ø    Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh atau air minum lainnya, dapat juga oralit.

Ø    Beri kompres air dingin atau es

Ø    Berikan obat penurun panas misalnya parasetamol (dosis anak-anak 10-20mg/Kg BB per hari, dewasa 3 X I tablet /hari)

Ø    Harus segera dibawa kedokter, petugas puskemas pembantu, bidan desa, perawat pembina desa, puskesmas atau rumah sakit.

 

CARA MENCEGAH DBD

Untuk mencegah DBD, menurut dr. Widodo Darmowandowo, SpA. K, nyamuk penularnya harus diberantas, sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Memberantas nyamuk Aedes aegypti, berarti jentik-jentiknya harus diberantas atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). “Karena tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-BD, secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, himbau Widodo.  (fora/berbagai sumber)


Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Anonim, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). (Depkes RI, 2005)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. (Depkes RI, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (Depkes RI, 2005)


Manifestasi Klinik
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. (Suhendro, 2007)
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita. (Suhendro, 2007)
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. (Suhendro, 2007)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. (Suhendro, 2007)
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suhendro, 2007)


Pemeriksaan Penunjang
Parameter penunjang yang dapat diperiksa antara lain leukosit, trombosit, hematokrit, hemostasis, protein/albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, elektrolit, golongan darah, dan imunoserologi, serta uji HI. (Suhendro, 2007)

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi supportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeriksaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. (Suhendro, 2007)













PENJELASAN SLIDE
Derajat 1
*      tanpa perdarahan,       
*       Panas 2 – 7 hari ,
*       gejala umum tidak khas,
*       uji tourniquet hasilnya positif
*                  trombositipenia, dan hemokonsentrasi.**

Derajat 2
     Sama dengan derajat I
     di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
*      petekia,
*      ekimosa,
*      epistaksis,
*      haematemesis, melena,
*      perdarahan gusi telinga
Derajat 3
     Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/ menit) tekanan nadi sempit
     tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg
Derajat 4
     Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ³ 140x/mnt) bahkan sampai tak terukur
     anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

n  Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995)
n  DHF ringan tidak perlu dirawat,
n  DHF sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995 )




 

VitaPSblogs Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez